Macam-macam abortus
Dikenal berbagai macam abortus sesuai
dengan gejala, tanda, dan proses patologi yang terjadi sebagai berikut:
1. Abortus iminens
Abortus tingkat permulaan dan ancaman terjadinya
abortus, ditandai pedarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandunngan.
Diagnosis abortus iminens biasanya
diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20
minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak adak keluhan sama sekali
kecuali perdarahan pervaginam.ostium uteri masih tertutup besarnya uterus masih
sesuai degan usia kehamilan dan tes kehamilan urine masih positif. Untk
menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar
hormone HCG pada urin ednegan cara melakukan tes urine kehamilan menggunakan
urine tanpa pengenceran danpengenceran 1/10. Bila hasil tes urine masih posiif
keduanya maka prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negative
maka prognosisnya dubia ada malam. Pengelolaanpenderita ini sangat tergantung
pada informed consent yang dberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan
tersebut, maka pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan
ini.Pemerksaan USG diperlukan untuk
mengetahui pertumbuhan janinyang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah
sudah terjadi pelepasan atau belum.Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong
gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT.Denyut jantung
janin dan gerakan janin diperhatikan disamping ada tidakn HPHT.Denyut jantung
janin dan gerakan janin diperhatikan disamping ada tidakna hematoma
retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis.Pemeriksaan USG baik dilakukan
secara transabdominal maupun transvaginal.Pada USG transabdominal jangan lupa
pasien harus tahan kencing terlebih dahulu untuk mendapatkan acoustic window
yang baik agar rincian hasil USG dapat jelas.
Penderita diminta untuk tirah baring
sampai perdarahan berhenti. Bias diberi spamolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormone
progesterone atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Obatobatan ini
walaupunsecara statistic kegunaannya tidak bermakna, tetapi efek psikologis
kepada penderita sangat menguntungkan.Penderita boleh dipulangkan setelah tidak
terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu
sampai kurang lebih 2 minggu.
2. Abortus insipiens
Abortus yang sedang mengancam ditandai
dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasl konsepsi mash dalam kavum uteri dan
dalam proses pengeluaran.
Penderita akan merasa mulas karena
kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan
serviks uterus dan umur kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan umur
kehamilan dngan tes urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan
didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin
dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal,
biasanya telihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula
ada tidaknya pelepasanplasenta dari dinding uterus.
Pengelolaan penderita ini harus
memperhatikan keadaan umum dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan
segera lakukan tindakan evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan
kuratase bils perdarahan banyak. Pada umur kehamilan diatas 12 minggu, uterus
biasanya sudah melebihi telur angsa tindakan evakuasi dan kuretase harus
hati-hati, kalau perlu dilakukan evakuasi dengan cara digital yang kemudian
disusul dengan tindakan kuretase sambil diberikan uterotonika. Pascatindakan
perlu perbaikan keadaan umum, pemberikan uterotonika, dan antibiotika
profilaksii.
3. Abortus kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar
dari kavum uteri ada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram
Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan,
osteum uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga pedarahan
sedikit.Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan.Pemeriksaan USG tidak
perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai.Pada pemerksaan tes urin biasanya masih positif
sampai 7-10 hari setelah abortus.Pengelolaan penderita tidak memerlukan
tindakan khusus ataupun pengobatan.Biasanya hanya diberi robonansia atau
hematenik bila keadaan pasien memerlukan.Uterotonika tidak perlu diberikan.
4. Abortus inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar
dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.
Batasan ini juga masih terpancang pada
umur kehamilan kurang drai 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram.Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal didalam uterus dimana
pada pemeriksaan vagina, kanali servikalis masih terbuka dan teraba jaringan
dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum.Perdarahan biasanya
masih terjadi jumlahnya pun masih banyak ataupun sedikit tergantug pada
jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka
sehingga perdarahan berjalanterus.Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau
syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.Pengelolaan pasien
harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan
hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase.Pemeriksaan
USG hanya dilakukan bila kita ragu dngan diagnosis secara klinis.Besar uterus
sudah lebih kecil dan umur kehmailan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali,
dikavum uteri tampak masa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.
5. Missed abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio
atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan
hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.
Penderita tidak merasakan keluhan
apapun keuali merasakan pertumbuhan kehamilan tidak seerti yang diharapkan.Bia
kehamilan diatas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya
semakin kecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara menghilang.
Kadangkaladiawali dnegan abortus iminiens yang kemudisn merasakan sembuh, ttapi
pertumbuhan janin terhenti.Pda pemeriksaan tes urin kehamilanbiasanya negative
selama 1 minggu dar terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG kan
didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil dan bentuknya tidak berarturan
disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed
abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan
terjadinya gangguan penjedalaan darah oleh karena hipofibrinogenenia sehingga
pelu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.
Pengelolaan missed abortion perlu
diutarakan kepada pasien dan keluarganya secara baik karena risiko tindakan
operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak
bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Faktoe mental penderita
perlu diperhatikan, karena penderita umumnya merasa gelisah setelah tahu
kehamilannya tidak tumbuh atau mati.Pada umur kehamilankurang dari 12 minggu
tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dapat melakukan dilatasi dan
kuretase bila serviks uterus memungkinkan.Bila umur kehamilan diatas 12 minggu
atau kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks terus yang masih kaku
dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin
atau mematangkan kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain
dengan pemberian infus IV cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5 % dengan 20
tetes permenit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetsan
dipertahankan untuk mencegah erjaidnya retensi cairan tubuh. Jika tidak
berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi
biasanya maksimal 3 kali.
6. Abortus habitulis
Abortus habitualis adalah abortus
spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.Penderita umumnya tidak
sulit untuk menjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan
keguguran/abortus secara berturut-turut. Bishop melaporkan kejaidan abortus
habitualis sekitar 0,41 % dari seluruh kehamilan.
pen-turut. Penderita umumnya tidak
sulit untuk menjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan
keguguran/abortus secara berturut-turut. Bishop melaporkan kejaidan abortus
habitualis sekitar 0,41 % dari seluruh kehamilan.
Penebabnya selain fajtor anatomis
banyak yang megaitkannya dengan reaksi immunologic yaitu kegagalan reaksi
erhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Bila reaksi
terhadap antigen ini rendah atau
tidak ada, maka akan terjadi abortus. Akan tetapi, decade terakhir perlunya
mencari penyebab abortus ini secara lengkap sehingga dapat diobati sesuai
dengan penyebabnya.
Salah satu penyebabyang sering dijumpai
ialah inkompetensia serviks yaitu keadaan dimana serviks uterus tidak dapat
menerima beban untuk tetap bertahan menutup setelah kehamilan melewati
trimester pertama, di mana ostium serviks akan membuka (inkompeten) tanpa
disertai rasa mules/kontraksi Rahim dan akhirnya terjadi pengeluran janin.
Kelainan ini sering disebebkan oleh trauma serviks pada kehamilan sebelumnya,
misalnya pada tindakan usaha pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks
yang luas sehingga diameter kanalis servikalis sudah melebar.
Diagnosis inkompetensia serviks tidak
sulit dengan anamnesis yang cermat. Dengan pemeriksaan dalam/ inspekulo kita
bias menilai diameter kanalis servikalis dan didapati selaput ketuban yang
mulai menonjol pada saat mulai memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi
8 mm. untuk itu, pengelolaan penderita inkompetensia serviks dianjurkan untuk
periksa hamil seawall mungkin dan bila dicurigai adanya inkompetensia serviks
harus dilakukan tindakan untuk memberikan fiksasi pada serviks harus dilakukan
tindakan untuk memberikan fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan
berkembangnya umur kehamilan. Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12-14
minggu dengan cara SHIRODRAK atau McDONALD dengan melingkari kanalis servikalis
dengan benang sutera/ MERSILENE yang tebal dan simpul baru dibuka setelah umur
kehamilan aterm dan bayi siap diahirkan.
7. Abortus infeksiosus, Abortus
septik
Abortus infeksiosus ialah abortus yang
diserati infeksi pada alat genitalia.Abortus septik ialah abortus yang disertai
penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau
peritonitis).
Kejadian ini merupakan salah satu
komplikasi tindakan abortus yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan
kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis.
Abortus infeksiosus dan abortus septik
perlu segera mendapatkan pengelolaan yang adekuat karena dapat terjadi infeksi
yang lebih luas selain disekitar alat genetalia juga ke rongga peritoneum,
bahkan dapat ke seluruh tubuh (sepsis, septikemia) dan dapat jatuh dalam
keadaan syok septik.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis
yang cermat tetang upaya tindakan abortus yang tidak menggunakan peralatan yang
asepsis dengan disapat gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah,
takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut,
serta nyeri tekan. Pada laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan
leukositosis .bila sampai terjadi sepsis dan syok, penderita akan tampak lelah,
panas tinggi, menggigil, dan tekanan darah turun.
Pengelolaan pasien ini harus
mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika
yang adekuat sesuai dengan hasil kulturdan sensitivitas kuman yang diambil dari
darah dan cairan fluksus/flour yang keluar pervagianm. Untuk tahap pertama
dapat diberikan penisilin 4 x 1,2 juta unit atau ampisilin 4 x 1 gram ditambah
gentamisin 2 x 80 mg dan metronidazol 2 x 1 gram. Selanjutnya antibiotic
disesuaikan dengan hasil kultur.
Tindakan kuretase dilaksanakan bila
keadaan tubuh sudah membaik minimal 6 jam setelah antibiotic adekuat diberikan.
Jangan lupa pada saat tindakan uterus dilindungi dengan uterotonika.
Antibiotik dilanjutkan sampai 2 hari
bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respons
harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai.Apabila ditakutkan terjadi
tetanus, perlu ditmbah dengan injeksi ATS dan irigasi kanalis vagina/uterus
dengan larutan peroksida (H202) kalau perlu histerektomi
total secepatnya.
8. Kehamilan anembriotik
(Blighted ovum)
Kehamilan anembrionik merupakan
kehamilan patologi dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong
gestasi tetap terbentuk. Disamping mudigah, kantong kuning telur juga tidak
terbentuk. Kelainan ini merupakan kelainan kehamilan yang baru terdeteksi
setelah berkembangnya ultrasonografi. Bila tidak dilakukan tindakan, kehamilan
ini akan berkembang terus walaupun tanpa ada janin didalamnya. Biasanya sampai
sekitar 14-16 minggu akan terjadi abortus spontan. Sebelum alat USG ditemukan,
kalinan kehamilan ini mungkin banyak dianggap sebagai abortus biasa. Diagnosis
kehamilan anembrionik ditegakan pada usia kehamilan 7-8 minggu bila ada
pemeriksaan USG didapatkan kantong gestasi tidak berkembang atau pada diameter
2.5 cm yang tidak disertai adanya gambaran mudigah. Untuk itu, bila pada saat
USG pertama kita mendapatkan gambaran seperti ini perlu dilakukan evaluasi USG
2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai struktur mudigah atau kantong
kuning telur sebgai kehamilan anembrionik. Pengelolaan kehamilan anembrionik
dilakukan terminasi kehamilan dengan dilatasi dan kuretase secara elektif.