Kamis, 04 Juni 2015

Macam-macam abortus
Dikenal berbagai macam abortus sesuai dengan gejala, tanda, dan proses patologi yang terjadi sebagai berikut:

  1. Abortus iminens
Abortus tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus, ditandai pedarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandunngan.
Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak adak keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam.ostium uteri masih tertutup besarnya uterus masih sesuai degan usia kehamilan dan tes kehamilan urine masih positif. Untk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar hormone HCG pada urin ednegan cara melakukan tes urine kehamilan menggunakan urine tanpa pengenceran danpengenceran 1/10. Bila hasil tes urine masih posiif keduanya maka prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negative maka prognosisnya dubia ada malam. Pengelolaanpenderita ini sangat tergantung pada informed consent yang dberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan tersebut, maka pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini.Pemerksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janinyang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum.Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT.Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan disamping ada tidakn HPHT.Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan disamping ada tidakna hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis.Pemeriksaan USG baik dilakukan secara transabdominal maupun transvaginal.Pada USG transabdominal jangan lupa pasien harus tahan kencing terlebih dahulu untuk mendapatkan acoustic window yang baik agar rincian hasil USG dapat jelas.
Penderita diminta untuk tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bias diberi spamolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormone progesterone atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Obat­obatan ini walaupunsecara statistic kegunaannya tidak bermakna, tetapi efek psikologis kepada penderita sangat menguntungkan.Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai kurang lebih 2 minggu.

  2. Abortus insipiens
Abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasl konsepsi mash dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dngan tes urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya telihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya pelepasanplasenta dari dinding uterus.
Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan kuratase bils perdarahan banyak. Pada umur kehamilan diatas 12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi telur angsa tindakan evakuasi dan kuretase harus hati-hati, kalau perlu dilakukan evakuasi dengan cara digital yang kemudian disusul dengan tindakan kuretase sambil diberikan uterotonika. Pascatindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberikan uterotonika, dan antibiotika profilaksii.

  3. Abortus kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri ada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram
Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga pedarahan sedikit.Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan.Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai.Pada pemerksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus.Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan.Biasanya hanya diberi robonansia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan.Uterotonika tidak perlu diberikan.

  4. Abortus inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.
Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang drai 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal didalam uterus dimana pada pemeriksaan vagina, kanali servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum.Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun masih banyak ataupun sedikit tergantug pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalanterus.Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase.Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dngan diagnosis secara klinis.Besar uterus sudah lebih kecil dan umur kehmailan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, dikavum uteri tampak masa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.

  5. Missed abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.
Penderita tidak merasakan keluhan apapun keuali merasakan pertumbuhan kehamilan tidak seerti yang diharapkan.Bia kehamilan diatas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin kecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara menghilang. Kadangkaladiawali dnegan abortus iminiens yang kemudisn merasakan sembuh, ttapi pertumbuhan janin terhenti.Pda pemeriksaan tes urin kehamilanbiasanya negative selama 1 minggu dar terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG kan didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi  yang mengecil dan bentuknya tidak berarturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan penjedalaan darah oleh karena hipofibrinogenenia sehingga pelu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.
Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan keluarganya secara baik karena risiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Faktoe mental penderita perlu diperhatikan, karena penderita umumnya merasa gelisah setelah tahu kehamilannya tidak tumbuh atau mati.Pada umur kehamilankurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dapat melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan.Bila umur kehamilan diatas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks terus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infus IV cairan oksitosin dimulai dari dosis  10 unit dalam 500 cc dekstrose 5 % dengan 20 tetes permenit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetsan dipertahankan untuk mencegah erjaidnya retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali.

  6. Abortus habitulis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.Penderita umumnya tidak sulit untuk menjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus secara berturut-turut. Bishop melaporkan kejaidan abortus habitualis sekitar 0,41 % dari seluruh kehamilan.
pen-turut. Penderita umumnya tidak sulit untuk menjadi hamil kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus secara berturut-turut. Bishop melaporkan kejaidan abortus habitualis sekitar 0,41 % dari seluruh kehamilan.
Penebabnya selain fajtor anatomis banyak yang megaitkannya dengan reaksi immunologic yaitu kegagalan reaksi erhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau tidak ada, maka akan terjadi abortus. Akan tetapi, decade terakhir perlunya mencari penyebab abortus ini secara lengkap sehingga dapat diobati sesuai dengan penyebabnya.
Salah satu penyebabyang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks yaitu keadaan dimana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, di mana ostium serviks akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi Rahim dan akhirnya terjadi pengeluran janin. Kelainan ini sering disebebkan oleh trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis servikalis sudah melebar.
Diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit dengan anamnesis yang cermat. Dengan pemeriksaan dalam/ inspekulo kita bias menilai diameter kanalis servikalis dan didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm. untuk itu, pengelolaan penderita inkompetensia serviks dianjurkan untuk periksa hamil seawall mungkin dan bila dicurigai adanya inkompetensia serviks harus dilakukan tindakan untuk memberikan fiksasi pada serviks harus dilakukan tindakan untuk memberikan fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan berkembangnya umur kehamilan. Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12-14 minggu dengan cara SHIRODRAK atau McDONALD dengan melingkari kanalis servikalis dengan benang sutera/ MERSILENE yang tebal dan simpul baru dibuka setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap diahirkan.

  7. Abortus infeksiosus, Abortus septik
Abortus infeksiosus ialah abortus yang diserati infeksi pada alat genitalia.Abortus septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis).
Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis.
Abortus infeksiosus dan abortus septik perlu segera mendapatkan pengelolaan yang adekuat karena dapat terjadi infeksi yang lebih luas selain disekitar alat genetalia juga ke rongga peritoneum, bahkan dapat ke seluruh tubuh (sepsis, septikemia) dan dapat jatuh dalam keadaan syok septik.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tetang upaya tindakan abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan disapat gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan. Pada laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis .bila sampai terjadi sepsis dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan tekanan darah turun.
Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai dengan hasil kulturdan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus/flour yang keluar pervagianm. Untuk tahap pertama dapat diberikan penisilin 4 x 1,2 juta unit atau ampisilin 4 x 1 gram ditambah gentamisin 2 x 80  mg dan metronidazol  2 x 1 gram. Selanjutnya antibiotic disesuaikan dengan hasil kultur.
Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah membaik minimal 6 jam setelah antibiotic adekuat diberikan. Jangan lupa pada saat tindakan uterus dilindungi dengan uterotonika.
Antibiotik dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai.Apabila ditakutkan terjadi tetanus, perlu ditmbah dengan injeksi ATS dan irigasi kanalis vagina/uterus dengan larutan peroksida (H202) kalau perlu histerektomi total secepatnya.

  8. Kehamilan anembriotik (Blighted ovum)
Kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologi dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap terbentuk. Disamping mudigah, kantong kuning telur juga tidak terbentuk. Kelainan ini merupakan kelainan kehamilan yang baru terdeteksi setelah berkembangnya ultrasonografi. Bila tidak dilakukan tindakan, kehamilan ini akan berkembang terus walaupun tanpa ada janin didalamnya. Biasanya sampai sekitar 14-16 minggu akan terjadi abortus spontan. Sebelum alat USG ditemukan, kalinan kehamilan ini mungkin banyak dianggap sebagai abortus biasa. Diagnosis kehamilan anembrionik ditegakan pada usia kehamilan 7-8 minggu bila ada pemeriksaan USG didapatkan kantong gestasi tidak berkembang atau pada diameter 2.5 cm yang tidak disertai adanya gambaran mudigah. Untuk itu, bila pada saat USG pertama kita mendapatkan gambaran seperti ini perlu dilakukan evaluasi USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai struktur mudigah atau kantong kuning telur sebgai kehamilan anembrionik. Pengelolaan kehamilan anembrionik dilakukan terminasi kehamilan dengan dilatasi dan kuretase secara elektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar